Orang yang bersyukur belum tentu ia dalam kondisi berhasil atau lapang. Orang bersyukur terkadang karena ia mengerti keutamaan bersyukur. Apapun keadaan yang Alloh takdirkan kepadanya, selalu ada celah dimana ia tetap bisa tulus mengucap syukur.
Sedangkan orang yang tak terbiasa mengambil hikmah pada setiap keadaan, baik keadaan lapang maupun sempit, bila tak awas akan membawanya pada sikap berlebihan. Berlebihan terhadap kelapangan yang dia rasakan dengan bersikap sombong. Berlebihan dalam kesempitan yang dia terima dengan berputus asa. Pada keduanya dihadapan Alloh hanyalah keburukan semata.
Sesungguhnya bersyukur itu adalah kebutuhan kita sendiri. Sebagaimana kehidupan membutuhkan cahaya matahari, maka jiwa kita juga membutuhkan bersyukur. “Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Alloh), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri” (QS. Luqman : 12).
Mengapa bersyukur adalah kebutuhan kita?, Yang paling prinsip adalah agar kita tidak termasuk golongan orang-orang yang kufur. Yang merugi kelak di akhirat. Karena sebagaimana tauhid dengan syirik, Alloh ta’ala telah mengkaitkan syukur dengan kafir. “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Alloh tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu;” (QS. Az-Zumar : 7)
Artinya jika kita tidak berada dalam keadaan yang satu, maka pasti kita berada dalam keadaan yang lain. Jika kita tidak Tauhid berarti kita sedang syirik. Bila kita tidak berada dalam golongan syakirin (orang yang bersyukur) berarti kita sedang berpakaian kafiriin. Naudzubillah..
Sebegitukah peran penting syukur dalam kehidupan kita ?
Bila kita ingin semakin yakin tentang pentingnya menjadi orang bersyukur, perhatikanlah ucapan Iblis berikut ini, “kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur” (QS. Al-A’raff : 7)
Maaf, Iblis saja tahu, bahwa cara ampuh untuk membuat manusia terjerumus ke Neraka adalah membuat mereka menjadi orang yang tidak bersyukur. Sukses membuat orang tak bersyukur, mungkin saja bagi Iblis proses penggiringan selanjutnya untuk dijadikan orang tidak sabar, orang tidak amanah, orang tidak jujur dan sebagainya akan lebih enteng. Ibarat anak yang durhaka pada orang tuanya, bukankah pada dasarnya bermula dari tidak merasanya dia terhadap kasih sayang, perhatian dan pengorbanan yang sudah diberikan kedua orang tuanya?
BAHAGIA AKHIRAT, PENTING JUGA BAHAGIA DUNIA
Selain sebagai jalan keselamatan akhirat, syukur menjadi kebutuhan kita karena kita di dunia butuh hidup bahagia, tentram, dan damai. Sering ada lemparan pertanyaan paradoks, lebih milih mana bahagia di dunia tapi sengsara di akhirat atau sengsara di dunia tapi bahagia di akhirat?. Maka kita dengan mantap tidak memilih kedua-duanya. Harus ada yang ketiga, bahagia di dunia dan juga bahagia di akhirat.
Kita tahu bahwa, ada dua kunci yang membuat kita berada dalam kondisi tenang dan tentram. Pertama, cara pandang yang positif. Kedua, situasi yang memang serba indah dan lapang. Yang pertama adalah syarat utama, sedang kedua hanya syarat pendukung. Yang pertama lebih menentukan daripada yang kedua.
Keduanya bisa dimunculkan dengan terapi syukur. Bersyukur akan menghadirkan cara pandang yang positif. Saat kita bersyukur, saat itu kita sedang menstimulasi otak kita untuk memikirkan sesuatu yang positif. Saat bersyukur, kita sedang membimbing jiwa kita untuk berikrar bahagia. Kita sedang membimbing hati kita untuk menyatakan “Alloh memberikan aku nikmat hari ini”. Saat lisan mengucap syukur, kita sedang melarang diri untuk meratapi nasib dan sebaliknya mengajak diri mencari catatan-catatan hidup yang bisa disyukuri.
Beratnya sebuah permasalahan hidup, bila kita berhasil mendahuluinya dengan menciptakan suasana hati bersyukur, pasti hantamannya akan lebih ringan. Ibarat segelas air garam jatuh ke dalam danau, maka rasa air danau tak akan sampai berubah menjadi asin. Setegar danau itu, begitulah hati yang bersyukur ketika dijatuhi sebuah ujian. Betapa nikmatnya memiliki hati seperti itu.
Barangkali itulah yang dimaksudkan Alloh ta’ala dalam firmannya, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”(QS. Ibrahim : 7)
Nikmat dari Alloh ini harus dipahami dalam konteks yang sangat luas. Nikmat dari Alloh bukan hanya Rizki berupa harta, kesehatan, atau kedudukan di dunia. Suasana hati yang tenang juga adalah nikmat tak terhingga dari Alloh ta’ala. Nikmat bisa mengambil hikmah dari setiap ujian juga adalah nikmat paling nikmat dari Alloh. Kita suka menyebut nikmat tersebut dengan nikmat intangible, nikmat yang tidak tampak mata.
Dan untuk nikmat intangible tersebut, adalah satu nikmat yang Alloh memberinya secara kontan saat itu juga ketika seorang hamba, hati dan lisannya mau bersyukur kepada Alloh. Penjelasannya sebagaimana logika stimulasi otak tadi. Nikmat intangible ini salah satunya Alloh firmankan dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar 23, “kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Alloh”
Selanjutnya dalam ketenangan hati itu, barulah kita akan menunggu nikmat-nikmat Alloh yang lain berupa jalan keluar permasalahan, datangnya rizki, datangnya jodoh, sembuhnya penyakit dan nikmat-nikmat tangible (yang nampak) lainnya. Termasuk nikmat tangible itu adalah janji Syurga bagi ahli syukur. Subhanalloh, Maha Benar Alloh, luar biasa banyak tambahan nikmat ketika kita mau bersyukur.
Nyatalah bahwa bersyukur adalah untuk diri kita sendiri. Untuk hidup kita agar lebih baik. Bayangkanlah satu kali syukur adalah satu batu bata untuk membangun benteng pertahanan jiwa kita. Makin banyak syukur makin kokohlah jiwa kita.
Dan tak layak kita mengatakan Alloh butuh diterimakasihi. Karena dalam lanjutan ayat 12 surat Luqman tadi, dengan bahasa lembut Alloh mengingatkan kita, “..dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”
Jelaslah siapa yang butuh dan siapa yang dibutuhkan.
Wallohu ‘Alam Bisshowab
Oleh : Robert Xu Jiantou
From : PITI ( Persatuan Islam Tionghoa Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar