Pernikahan yang megah telah qrasakan, tidak lah heran karena aq anak orang kaya dan suamiqpun sangat kaya. Gemerlap lampu hotel dan berbagai makanan dan minuman semakin melengkapi ksempurnaan perta itu, “Sungguh beruntung kehidupanku, tiada yang kurang dalam hidup, terima kasih yang Alloh”. Bisik hati rani.
Rumah tangga yang sakinahpun telah dimiliki, indahnya senyuman suami istri mewarnai kebahagiaan, Rumah, mobil, serta kekayaan yang berlimpah. Sembilan tahunpun telah terlewati namun Tuhan belum memberiku seorang anak. Hari-hariku mulai terasa sepi, suamipun sibuk dengan pekerjaannya, seakan tiada lagi kegembiraan yang aku rasakan. Atau mungkin tak pantas ku memelihara seorang anak????
Suasana pagi menyegarkan hariku, membuatku semakin semangat untuk melaksanakan tugasku menyiapkan segala keperluan suamiku, “sarapan sudah siap papiku saying, ayo kita makan dulu” sambil membenahi dasi biru yang melingkar di balik kra kemeja putih yang dikenakan suamiku. “mami terlihat cantik hari ini” sambil mencium keningku, itulah yang mampu memberiku semangat dalam menjalani kehidupan.
Makanan sudah tertata rapi dimeja makan, dari delapan kursi, hanya dua kursi yang selalu berpnghuni, ke-enam kursi itu Sembilan tahun selalu kosong, “Pi bagaimana kalau kita mengadobsi seorang anak?? Itulah yang selalu aku sampaikan dimeja makan, tapi itu juga yang membuat suamiku hilang nafsu makannya karena ia ingin memiliki seorang anak dari darah dagingnya sendiri. “ Maaf mi aku sudah telat, aku berangkat kekantor dulu ya…” akupun mengantarkan suamiku sampai diluar pintu depan rumahku.
Detik jam seakan memecah keheningan, sudah jam 01.00 suamiku belum juga pulang, tiada henti kulihat pintu itu dan berharap suamiku membuka pintu itu. matakupun seakan tak mampu kubuka lagi hingga akhirnya ku tertidur dikursi ruang tamu. Sinar mentari membangunkanku , namun suasana senang singgah dihatiku karena ada selimut yang menutupi badanku dan aku yakin kalau suamiku yang menyelimutiku.
Suara langkah seseorang dari dalam rumah, kuharap itu adalah suamiku namun itu hanya perempuan setengah baya yang membawakanku secangkir teh hangat. “Bi.. apa tuan sudah pulang??” tanyaku pada wanita itu. “ Ma’af bu, saya telah lancing menyelimuti tubuh ibu, sebenarnya saya kemaren juga tidur di bawa kursi ibu, dan saya sengaja tidak membangunkan ibu karena kulihat ibu sangat kecape’an. Tuan memang belum pulang dari kemaren.”
“Hhhhhmmmmmmm, tak biasanya tuan pergi tanpa ijin dulu sama saya” gerutuku pada bibi yang kusuruh menemaniku duduk disampingku. Sudah 50 kali kuhubungi handphone suamiku tapi hasilnya tetap sama, handphone itu tidak aktif. Akhirnya ku telepon kekantornya, tapi kata sekertarisnya Bapak tidak masuk sejak kemaren. Aku semakin cemas dan bingung. Seluruh daftar nama teman yang ada di dekat telepon, semua kuhubungi namun tiada satupun yang tau dimana suamiku.
Alhamdulilah akhirnya handphone suamiku bisa kuhubungi “ Maaf mi, saya ada keperluan di luar kota, kantor kita di Medan ada sedikit masalah dan mungkin sekitar satu minggu aku tidak pulang, mohon ma’af ya mi” kalimat itu sudah membuatku tenang karena papiku dalam keadaan baik-baik saja. Tak lama kemudian sekertarisnya telepon dan mengatakan kalau Bapak sekarang ada dikantor. Ini semakin membuatku bingung, Akhirnya aku putuskan untuk menyusul ke kantor dan mungkin ada pekerjaan yang bias aku kerjakan disana, itung-itung sekalian membantu suamiku.
Sesampainya di kantor kulihat mobil papi keluar dari halaman kantor.
“Pak, tolong ikuti mobil Tuan tapi jangan sampai ketahuan ya..” perintahku pada Pak Khasan yang sudah 20 tahun bekerja pada papaku dan kini menjadi sopirku dirumahku yang baru.
Sekitar dua jam dari kantor, kulihat papi masuk di suatu halaman rumah di Jl. Anggrek No. 15 alamat itu langsung terekam dalam ingatanku, di depan pintu kulihat seorang wanita sedang mengandung menyambut kedatangan suamiku, merekapun masuk dan menutup kmbali pintu itu. Aku semakin penasaran, ingin rasanya aku ikut masuk kedalam rumah untuk mencari tahu apa yang terjadi didalamnya, tapi kupikir itu terlalu lancang, karena aku mengikuti suamiku secara diam-diam dan mencurigainya tanpa ada bukti yang pasti. Akhirnya aku Tanya seseorang yang kebetulan tukang kebun dirumah itu.
“Mohon ma’af pak, ini rumah siapa ya?” Tanyaku pada Bapak yang sdang memotong rumput didepan rumah itu.
“ Ini rumah P. Rony suami Ibu Yuli, barusan orangnya pulang, Ibu ada perlu dengan beliau?” jawab tukang kebun itu.
Hatiku semakin memanas, namun aku tetap mengendalikan smua perasaanku, aku ingin membicarakannya langsung pada suamiku dan meminta pnjelasan dari dia.
Sesampainya dirumah aku telepon handphone suamiku tapi handphone itu tidak pernah aktif, suamikupun tak kunjung pulang.
Setiap pagi aku melihat keadaan dirumah Jl. Anggrek No. 15. Suasanaya sangat menyenangkan, aku iri melihatnya dan ingin segera merebut semuka kebahagiaan itu, tapi melihat wajah suamiku yang merasa snang itu, aku tak mampu untuk menghilangkan kegembiraan itu dari wajahnya. “Andaikan wanita itu adalah aku”.
Alhamdulilah…..
Akhirnya suamiku pulang kepadaku, akupun menutupi rasa kesalku padanya, kutetap tersenyum padanya dan menganggap smua tidak pernah terjadi. Tapi pas suasana santai di teras belakang rumah, aku teringat dengan kejadian di Jl. Anggrek No. 15 itu. Akhirnya aku bertanya pada suamiku.
“Yang tinggal di rumah Jl. Anggrek No. 15 itu siapa pi?” tanyaku pada suamiku.
“Mami itu ngomong apa sih? Kok tiba-tiba Tanya itu, aku mana tahu mi, rumah itukan jauh dari rumah kita.” Jawab suamiku dengan santai.
“ Tapi saya mlihat dengan mata kepalaku sendiri kalau papi kerumah itu, dan ada wanita yang sedang hamil di dalam rumah itu.” Gerutuku pada suamiku.
Wajah suamiku semakin memerah. Akhirnya dia berterus terang kalau dia telah nikah sirih dengan wanita itu dan anak yang dikandungnya adalah anaknya. Tapi setelah mengatakan itu, suamiku pergi meninggalkan rumah yang kubangun dengan keringatku dan suamiku sebelum kita menikah, serta kasih sayang kita berdua.
“ Ya Alloh jika kuboleh meminta, apa artinya kemewahan ini jika ku tak bisa merasakan kebahagiaan, ku rela kau ambil semua hartaku tapi jangan suamiku dan ku mohon berikan aku seorang anak agar aku bisa melengkapi kesmpurnaan keluargaku. Tapi jika aku tak bisa membahagiakan suamiku maka ambillah nyawaku karena aku hidup hanya untuk membahagiakan suamiku.” Pintaku disetiap doaku.
Kadang juga ku berpikir, kenapa seorang wanita harus melayani semua kebutuhan laki-laki dan harus menerima semua kelebihan dan kekurangan suaminya sementara lelaki akan meninggalkannya jika wanita tak bisa memenuhi keinginannya, padahal wanita juga berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi semua kinginannya namun kenapa mesti sperti itu??????
Created by Shanty dwisusanty
(hanya fiktif belaka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar